Semen Nasional Menghadapi Pasar ASEAN

PROSPEK SEMEN NASIONAL MENGHADAPI PASAR GLOBAL INDUSTRI SEMEN ASEAN
(Tema: Potensi Semen Indonesia di Pasar ASEAN)
“Di ajukan untuk memenuhi persyaratan  sebagai peserta Lomba Karya Tulis dan Foto Jurnalistik Semen Indonesia oleh Adicipta Mediatama”

Oleh
Ratih Purnamasari

Infrastruktur dan Pertumbuhan Semen Nasional

Sektor infrastruktur Indonesia semakin membaik ditandai dengan keberhasilan Indonesia menjajal peringkat naik 12 tingkat melalui The Global Competitiveness Report’s 2013-2014. Global Competitiveness  Index yang menandakan daya saing ekonomi suatu negara dengan berdasar kinerja institusi, kebjiakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara.

Dana yang diserap untuk penyelenggaraan infastruktur mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyrakat. Menurut Natsir hasil studi Islamic Development Bank, menunjukkan bahwa kebutuhan investasi pada periode 2010-2014 akan mencapai 7,0-7,7% per tahun dan 5% dari Pendapatan Domestik Nasional Bruto atau senilai Rp.1.924 Triliun. (Mochammad Natsir, diunduh 20 April 2014).
Tabel 1. Global Competitiveness  Index
Sumber: Global Competitiveness Reports (2008-2014) World Economic Forum

Hal ini menunjukkan bahwa sektor lain yang saling menunjang untuk pembangunan infrastruktur seperti industri semen akan berperan serta dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Seiring dengan program Government Infrastructure Summit (GIS) 2006 – 2010, pasar semen kembali bergairah dengan perkiraan yang dimunculkan diawal tahun 2005, bahwa demand semen akan tumbuh sekitar 7 - 10% selama 2006 – 2010 (ASI, 2008 dalam Saputra,2011).

Tahun 2011 menjadi era penting dalam sejarah pembangunan ekonomi Indonesia. Pada tahun ini pemerintah melahirkan masterplan percepatan ekonomi yakni MP3EI atau Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Masterplan percepatan pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berimbang dan berkeadilan dan berkelanjutan. Masterplan MP3EI memusatkan pembangunan pada enam koridor utama di wilayah Indonesia, yakni koridor ekonomi Sumatra, KE Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Papua dan Kepulauan Maluku.

Pengembangan koridor ekonomi yang berada di seluruh provinsi di Indonesia akan membutuhkan infrastruktur seperti Jalan, Jembatan, dan Pelabuhan. Pada bidang tenaga kerja, pertumbuhan properti juga akan meningkat. Harapan positif ini akan berdampak positif pada industri konstruksi dan semen nasional Indonesia. Khusus untuk Indonesia, diperlukan sebuah mode matematik yang komprehensif untuk tentang pengaruh infrastruktur terhadap ekonomi dan pengembangan wilayah (Bappenas,2003). Harapan positif ini perlu didukung dengan ketersediaan pasokan semen nasional untuk mempercepat mewujudkan cita-cita pembangunan ekonomi bangsa Indonesia.

(Susanto, 2012) mengungkapkan bahwa penjualan semen pada semester pertama 2012 dikontribusikan oleh sektor konstruksi yang tumbuh hingga 7% per tahun. Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dinilai mampu untuk menopang permintaan semen di pasar domestik.

Pasar semen dalam negeri masih menjanjikan meskipun perusahaan semen terus bermunculan, berdasarkan data Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa kebutuhan semen nasional diprediksi mencapai 64 juta ton bertambah hingga 8% dari tahun sebelumnya. Berikut data total kapasitas produksi semen pada tahun 2014:

Seiring dengan program Government Infrastructure Summit (GIS) 2006 – 2010, pasar semen kembali bergairah dengan perkiraan yang dimunculkan diawal tahun 2005, bahwa demand semen akan tumbuh sekitar 7 - 10% selama 2006 – 2010 (ASI, 2008). Melihat prospek pasar yang cerah tersebut, beberapa produsen semen kemudian berencana melakukan ekspansi untuk memperbesar kapasitas. Beberapa produsen tersebut antara lain: Semen Gresik Group, Holcim, ITP, Semen Andalas Indonesia (SAI) dan Semen Bosowa Maros SBM (Saputra, 2011).

Pada laman Winston Premier juga memunculkan beberapa analisis mengenai prospek industri semen nasional dengan adanya program pemerintah MP3EI bahwa kebutuhan pembangunan properti dan pembangunan infrastruktur, memiliki permintaan yang masih cukup besar di Pulau Jawa dan Sumatera. Semen merupakan komponen utama dalam pembangunan konstruksi dan permintaan/demand ditentukan oleh perputaran bisnis dalam industri konstruksi.

Industri semen Indonesia adalah industri yang sangat menguntungkan karena pasar yang besar dan masih menjanjikan konsekuensinya banyak pemodal besar yang tertarik terlibat dalam industri semen. Bahkan dua perusahaan asal Tiongkok Anhui Conch Cement Company Limited dan State Development and Investment Cooperation juga telah membangun empat pabrik di Indonesia di Tabalong Kalimantan Selatan (Tempo,2014). Industri semen di Indonesia bersifat padat modal sehingga hanya melibatkan sedikit pengusaha, yang berbahaya adalah adanya dugaan kartel semen nasional, kekuatan kartel ini dapat merusak pasar semen di setiap negara yang dapat menyebabkan lonjakan harga properti dan pembangunan infrastruktur.

Hukum Permintaan 

Semen adalah bahan bangunan, dan permintaan karena itu ditentukan oleh siklus bisnis dari industri konstruksi. Dalam konstruksi, semen digunakan, untuk tingkat yang lebih besar atau lebih kecil , tergantung pada iklim dan kebiasaan lokal. Secara keseluruhan, semen mewakili 2-5% persen dari biaya konstruksi. Jika konstruksi melambat, maka penurunan harga semen tidak akan membantu meningkatkan pembangunan. Di sisi lain, jika harga semen naik, bahkan kuat, tidak ada dampak nyata pada permintaan semen, karena tidak ada material pengganti yang tersedia untuk semen dalam jangka pendek. Jadi dalam industri semen, harga tidak signifikan dampak pada permintaan . 

Artinya, dalam hal ekonomi, terjadi inelastic demand atau derajat kepekaan/ respon jumlah permintaan akibat perubahan harga barang tersebut. Atau bisa dibilang dengan kata lain merupakan perbadingan dengan persentasi perubahan jumlah barang yang diminta dengan prosentase perubahan pada harga di pasar. Sebaliknya, permintaan pada tingkat aktivitas dalam pembangunan dan sektor pekerjaan bersifat umum. Secara garis besar, sampai krisis minyak pertama pada tahun 1974, permintaan semen mengikuti tren umum, tren ini ditentukan oleh siklus usaha Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. 

Kontras dengan negara di belahan dunia lainnya, khususnya di Asia dan Amerika Selatan pada 1990-an, negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi memiliki potensi  pasar semen yang sangat tinggi. Pada tahun 1995, di Jepang, rata-rata per kepala konsumsi semen adalah 634 kg per tahun, hampir sama dengan Italia dan Spanyol, tapi jauh di bawah negara-negara seperti Korea atau Taiwan (Dumez,2000).

Dalam industri semen, seperti beberapa industri lain yakni baja, dimana biaya transportasi cukup tinggi, salah satu praktek fasilitasi yang digunakan adalah berdasarkan lokasi. Sistem ini digunakan di pasar semen Amerika Serikat dari abad pertama sampai akhir Perang Dunia II . Sistem itu sendiri bertumpu pada ide yang sederhana. Pertimbangan pembangunan industri semen dengan alasan historis, maka produksi semen terkonsentrasi di daerah tertentu. Selain itu, jika industri ini oligopolistik, dan hanya ada beberapa pemain di pasar  semen nasional, maka salah satu perusahaan mendominasi produksi utama di lokasi tersebut.


Hal ini menjadi normal dengan harapan bahwa perusahaan terkemuka akan mengumumkan dan menetapkan harga dasar di pabrik mereka. Harga untuk pembeli akan dihitung berdasarkan dasar harga pabrik dari perusahaan terkemuka, meningkat sebesar biaya transportasi dari pabrik dasar ke titik pengiriman. 

Oleh karena itu, pesaing kecil untuk perusahaan terkemuka akan mengalami price taker. Price taker atau pengambil harga artinya suatu perusahaan yang ada di dalam pasar tidak dapat menentukan atau mengubah harga pasar. Apa pun tindakan perusahaan di dalam pasar tidak akan menimbulkan perubahan ke atas harga pasar yang berlaku. Harga pasar ditentukan oleh interaksi antara keseluruhan pembeli dan keseluruhan penjual (Dumez,2000).

Mereka/Pemain pasar akan mengatur harga di lokasi tertentu, berdasarkan harga yang akan dibebankan oleh perusahaan dominan di lokasi tersebut, dengan mempertimbangkan elemen biaya transportasi.  Situasi kompetitif sederhana ini sama dengan yang berlaku di industri baja Perancis pada pergantian abad ke-20. Dalam hal ini, harga pasar ditetapkan sesuai dengan harga pabrik dasar baja dominan tempat produksi utama pembuat di Thionville .

Pada waktu yang sama, situasi yang sama ada di industri semen Amerika Serikat.  Para produsen semen utama telah menetap dekat dengan yang paling mudah pertambangan dieksploitasi, yang terkonsentrasi di Lehigh Valley di Pennsylvania. Mereka juga dekat dengan kota-kota padat penduduk Pantai Timur, dimana pasar konsumen semen sangat besar. Harga semen untuk setiap lokasi tertentu di Amerika Serikat dihitung dengan menggabungkan harga dasar pabrik di Lehigh Valley, dan biaya transportasi dari lokasi ke titik pengiriman 
.
Kartel Semen Nasional

Meskipun semen adalah produk homogen, masih sulit bagi produsen semen untuk mengetahui harga ril yang dibebankan oleh pesaing mereka secara akurat. Setiap produsen dapat bernegosiasi dengan pembeli dan menghindari daftar harga resmi (Clark,1940: 253). Maraknya investor yang berencana membangun pabrik semen di Indonesia merupakan dampak dari aturan pembatasan Impor. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40/M-DAG/PER/8/2013 tentang ketentuan impor semen membuat pengusaha tidak bebas mendatangkan komoditas dari luar negeri (Temp0,2014). 

Struktur pasar semen global bersifat oligopoli, dan rawan praktik monopoli. Beberapa negara yang telah mengundang investor asing dengan cara takeover telah terkena dampaknya, dimana pasar semen nasional di setiap negara dikendalikan dengan monopoli kartel (Rachbini,2014). Tahun 2012-2013 merupakan tahun adu balap industri semen di Indonesia, beberapa perusahaan baru meramaikan pasar semen nasional. 

Seperti Cemindo, perusahaan ini bersiap bersaing di pasar semen nasional, selain menyiapkan proyek Ciwandan, perusahaan merancang pabrik semen terintegrasi di Bayah, Banten, luas lahan berkisar hingga 500 hektar dan berkapasitas 10 ribu ton clinker per hari. Dari luar juga telah menyasar industri semen dalam negeri adalah Siam Cement Group, membangun pabrik senilai Rp.3,9 Trilyun untuk menghasilkan 1,8 juta ton semen di Sukabumi Jawa Barat (Tempo, 2014). 

Menurut Pasaribu sifat semen yang massif menyebabkan komponen biaya transportasi menjadi tinggi bahkan bisa jadi lebih tinggi dibandingkan dengan harga semen itu sendiri. Akan tetapi beberapa produsen masih melakukan ekspor dengan harga 35 dollar AS per ton namun dijual sekitar 55 dollar AS per ton. Masuknya berbagai industri semen lokal dan luar negeri di Indonesia, menjadi sinyal terjadinya globalisasi semen nasional.

Bahaya terbesar dari industri semen yang selalu terkonsentrasi adalah eksploitasi harga untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga menghambat pembangunan nasional. Konsentrasi industri yang tinggi tidak serta merta membuat industri tersebut memiliki perilaku kartel yang dapat mengeksploitasi harga Pasaribu (UNISOSDEM, 2014).

Strategi Pasar Global Semen Nasional

Tiga kebijakan regulasi berdampak pada fungsi pasar: 
1. Kompetisi atau kebijakan antitrust, baik di tingkat nasional maupun di tingkat global (misalnya Eropa); Kebijakan antritrust adalah menjaga persaingan, perlindungan antimonopoli.  Undang-undang antitrust melakukan hal ini dengan melarang monopoli, melarang kompetisi yang tidak adil, dan menghilangkan diskriminasi harga dan kolusi. Mereka juga melindungi persaingan dengan memblokir merger yang akan memungkinkan sebuah perusahaan tunggal untuk mendominasi pasar. 

2. Kebijakan nasional yang membentuk persaingan di pasar lokal; 

3. Perjanjian supranasional, berkaitan dengan hambatan perdagangan. Alasan yang biasa terkait dengan pembentukan supranasional adalah untuk manfaat masing-masing negara anggota dengan menetapkan standar yang berhubungan dengan perdagangan, dengan tujuan akhir menjaga stabilitas ekonomi di seluruh negara yang terlibat dalam organisasi. Kebijakan persaingan usaha untuk mendukung globalisasi pasar memiliki beberapa cara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan persaingan di pasar lokal. 

 Dalam prakteknya, banyak negara kebijakan ekonominya mengacu pada pengertian kebijakan industri yang sempit, terutama negara berkembang yang masih ingin memajukan sektor industri startegisnya. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya keraguan terhadap perlunya implementasi  prinsip-prinsip persaingan (Evenett dalam kppu, 2005). 

Undang-undang antimonopoli dapat dan harus membantu dalam mewujudkan struktur ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam penjelasan Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa ”Ekonomi diatur oleh kerjasama berdasarkan prinsip gotong royong”, termuat pikiran demokrasi ekonomi, yang dimaksudkan ke dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1999. 

Demokrasi ciri khasnya diwujudkan oleh semua anggota masyarakat untuk kepentingan seluruh masyarakat, dan harus mengabdi kepada kesejahteraan seluruh rakyat. Pikiran pokok tersebut termuat dalam pasal 2, yang dikaitkan dengan Huruf a dan Huruf b dari pembukaannya, yang berbicara tentang pembangunan ekonomi menuju kesejahteraan rakyat sesuai dengan UUD dan demokrasi ekonomi. 

Disetujui secara umum bahwa negara harus menciptakan peraturan persaingan usaha untuk dapat mencapai tujuan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu terdapat tiga sistem yang bertentangan dengan tujuan tersebut, yaitu :

1. ”liberalisme perjuangan bebas”, yang pada masa lalu telah melemahkan  kedudukan Indonesia dalam ekonomi internasional; 
2. sistem penganggaran belanja yang menghambat kemajuan dan perkembangan ekonomi 
3. sistem pengkonsentrasian kekuatan ekonomi, oleh karena segala monopoli akan merugikan rakyat. 

Hanya perundang-undangan antimonopoli yang dapat mencegah timbulnya ketiga sistem tersebut, karena melindungi proses persaingan usaha, menjamin tata persaingan usaha dan mencegah terjadinya dominasi pasar (kppu.go.id).

Kesimpulan

Bagaimana peluang Semen Nasional di Pasar Global?
Tahun 1980-an merupakan era lonjakan globalisasi pasar semen. Hal ini terjadi pada waktu yang sama di berbagai belahan dunia. Di zona Pasifik , pasar semen Jepang dan Korea telah terkait kompetitif. Di Eropa, pasar Inggris dan Italia telah dibanjiri semen Yunani Di AS , Timur , Selatan dan Timur. Pasar-pasar Barat memiliki pengalaman serupa , dengan impor semen dari Meksiko. 

Saat ini Indonesia mengalami hal serupa, dimana industri semen dari Vietnam dan Thailand mulai meramaikan pasar semen nasional di Indonesia. Tantangan terbesar dalam globalisasi industri semen adalah penyalahgunaan aturan mengenai impor semen jadi dari luar negeri. Selama ini, impor semen terus meningkat meskipun produksi semen di dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan nasional. 

Dengan aturan ini, ke depan impor semen dan clinker (semen setengah jadi) akan semakin ketat sehingga tidak semua produsen semen asing bisa menjual produknya ke Indonesia. Imbasnya, perusahaan yang ada di Indonesia bisa lebih leluasa untuk berekspansi dan menarik investor baru untuk membangun pabrik (Santoso, 2014).

Aturan pembatasan impor semen diharapkan tidak ada lagi penyalahgunaan aturan importasi yang merugikan pasar semen nasional dalam negeri. Bila tidak diantisipasi lebih dulu dengan menambah kapasitas produksi atau membangun pabrik semen baru lokal, ketidakseimbangan tersebut bisa menyebabkan masuknya semen impor ke pasar dalam negeri.


Daftar Pustaka

Bappenas. 2003. Indonesia Sebelum, Selama, dan Pasca Krisis

Chandra S.Pasaribu. 2014. Kartel Semen Mitos Atau Fakta?

Didik J. Rachbini. 2014. Akhir Kontroversi dan Peluang Pasar Semen Nasional

Hervé Dumez and Alain Jeunemaître. 2000. Regulating the Market ata Time of GlobalizationThe Case of the Cement Industry. ST. MARTIN'S PRESS, INC: America

Kppu. Hukum Persaingan Usaha antara Teks dan Konteks

M. Udin Silalahi. 2013. Persaingan dalam Industri Semen Nasional (pdf)

Yudha, Andrian Saputra. 2013.Penentuan Waktu Pembangunan Pabrik Semen Baru untuk Antisipasi Shortages di Indonesia. Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Volume 10.

http://www.imq21.com/news/print/80185/20120726/144213/Sektor-Konstruksi-dan-MP3EI-Pacu-Industri-Semen.html

http://id.shvoong.com/business-management/1971685-ciri-ciri-pasar-pesaingan-sempurna/#ixzz30K3ujMBY 

http://asdarmunandar.blogspot.com/2012/02/antitrust-penggabungan-usaha-dan.html

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6192&coid=2&caid=2&gid=3
http://inspirasibangsa.com/tren-pasar-semen-dan-pembangunan-indonesia/



Comments