Ada apa dengan Rencana Tata Ruang Jakarta 2030?

Rencana tata ruang Jakarta 2010-2030 khususnya untuk jenis pemanfaatan lahan di kota Jakarta sebaiknya perlu dikaji kembali. Peta berikut menunjukkan bahwa zona berwarna ungu merupakan area perdagangan atau diperuntukkan untuk kegiatan komersil, pemerintahan dan sedangkan zona kuning merupakan peruntukan lahan untuk pemukiman dan zona hijau merupakan peruntukan untuk kawasan terbuka hijau budidaya.
Peta Rencana Pola Ruang DKI Jakarta (sumber: Pemprov DKI Jakarta)

Dilihat dari proporsi luasan masing-masing fungsi kawasan berdasarkan peta rencana pemanfaatan lahan di kota Jakarta menunjukkan bahwa perencanaan untuk peningkatan luas kawasan hijau sebagai resapan porsinya sangat sedikit, bahkan kemungkinan tidak memenuhi kuota pemenuhan kebutuhan RTH perkotaan sebesar 30%. Kesimpulannya hingga 2030 Jakarta masih bersahabat dengan BANJIR.

Peta Rencana Pemanfaatan Lahan Jakarta 2010-2030 menggambarkan bahwa pusat kegiatan perdagangan, pemerintahan dan jasa berada di pusat kota dan dikelilingi oleh pemukiman. Pusat kegiatan yang memicu tingginya bangkitan lalu lintas berpusat ditengah kota, maka tidak heran pusat kota Jakarta semakin terkepung oleh arus pergerakan lalu lintas menuju pusat kota.

Dampaknya sudah bisa kita bayangkan bersama bahwa kemacetan lalu lintas tentu semakin menggila, jika demikian, sebenarnya “apa yang telah direncanakan untuk Jakarta hingga tahun 2030”?. Sebaiknya kita kaji kembali mengenai analisis tata guna lahan melalui overlay peta kondisi fisik wilayah di Jakarta hingga menghasilkan perencanaan pemanfaatan lahan seperti yang terlampir pada peta. Jika penggunaan lahan untuk 2030 saja menunjukkan porsi ruang terbuka hijau yang sangat kurang, bagaimana dengan Jakarta 2050? Apakah rencana untuk pengadaan ruang terbuka hijau masih ada?.

Potensi RTH di DKI Jakarta

Perencanaan wilayah dan perkotaan sepertinya berorientasi mengenai peningkatan fasilitas kebutuhan dimasa yang akan datang berdasarkan konsep tren perkembangan penduduk. Perencanaan wilayah dan kota belum memikirkan bagaimana merencanakan pengendalian pertumbuhan pemanfaatan lahan yang diikuti dengan strategi pertumbuhan penduduk. Akibatnya perencanaan wilayah selalu berorientasi memenuhi kebutuhan penduduk yang meningkat 2X lipat selama 10 tahun kedepan.

Dampaknya adalah kebutuhan ruang semakin meningkat, dan lahan hijau yang menjadi resapan air juga semakin berkurang. Mencermati kondisi Jakarta saat ini, dimana kualitas lingkungan dan masalah perkotaan yang semakin kompleks, apakah perencanaan fasilitas berdasarkan proyeksi jumlah penduduk hingga 10 tahun masih relevan digunakan untuk menentukan pemanfaatan lahan di Jakarta?

Cara pandang melihat permasalahan kota Jakarta sangat menentukan perencanaan peruntukan penggunaan lahan yang akan berimplikasi pada sektor lain terutama lingkungan. Mengembalikan fungsi kota Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia menjadi dasar perencanaan kota Jakarta kedepannya. City centre bisa menjadi alternatif bagi permasalahan di kota Jakarta.Perencanaan kota Jakarta belum mempertimbangkan penentuan city centre baru dalam kota Jakarta, tujuannya adalah untuk memecah, membagi pusat-pusat kegiatan ke sub-sub kawasan lain, sehingga mampu memutus pergerakan massal ke satu titik pusat kota Jakarta. 

City centre merupakan kelompok blok-blok kawasan dalam satu kota yang saling berintegrasi untuk memusatkan kegiatan perkotaan dan sistem transportasi.Konsentrasi wilayah perkotaan dan sistem integrasi dengan kawasan lainnya akan dilayani dengan fasilitas transportasi publik. Melalui perencanaan kawasan untuk city centre, targetnya adalah penduduk kota Jakarta tidak perlu melakukan perjalanan massal pada satu titik pusat kegiatan karena setiap city centre menyediakan fungsi dan pelayanan yang sama. Warga Jakarta Selatan misalnya tidak perlu ke Jakarta pusat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena di Jakarta selatan memiliki city centre sendiri.

Perencanaan kawasan city centre juga selayaknya mengutamakan pembangunan vertikal multifungsi, yakni mengurangi pembangunan perumahan petak, beralih pada pembangunan vertikal yang menyediakan fasilitas pelayanan publik seperti toko/minimarket, dan laundry. Perencanaan sekali lagi bukan perkara menyediakan kebutuhan berdasarkan proyeksi jumlah penduduk yang terus bertambah, melainkan perencanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk mengelola pertumbuhan penduduk melalui strategi pemanfaatan ruang eksisting secara maksimal diantaranya adalah city centre (compact city), dan pembangunan vertikal. Disamping itu melalui pembangunan vertikal, tentu masih menyisakan lahan kosong yang dapat dijadikan sebagai RTH (ruang terbuka hijau), mengingat jumlah RTH di Jakarta selalu berkurang setiap tahun.

Comments