Infrastruktur Hijau untuk Kota

Penurunan kualitas lingkungan perkotaan disebabkan karena kualitas udara semakin  tercemar dengan polusi kendaraan, polusi industri, air bersih semakin mahal dan sulit ditemukan, banjir dan serta kualitas sanitasi perkotaan semakin berbahaya bagi kesehatan. Situasi buruk ini semakin diperparah dengan semakin berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan. Pembangunan saat ini lebih mengutamakan ruang materialis dibanding ruang humanis bagi warga kota, dampaknya adalah tidak ada lagi ruang dalam kota berfungsi sebagai ruang “hijau”.  
Kota semakin penuh sesak dengan bangunan komersil, meningkatnya mobilitas warga kota mempengaruhi juga tingginya jumlah kepemilikan kendaraan pribadi sehingga proporsi antara lebar dan panjang jalan tidak lebih besar dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang semakin bertambah setiap harinya. Maka tidak heran jika pemandangan lazim perkotaan saat ini dapat kita sebut “Car Habitat”.
Car Habitat
Transportasi sangat erat kaitannya dengan penggunaan lahan, semakin padat dan terkosentrasinya fungsi pelayanan publik pada satu koridor jalan, maka intensitas/bangkitan lalu lintas juga semakin tinggi pada koridor jalan tersebut. Di satu sisi pembangunan fasilitas perkotaan untuk kegiatan komersil telah mengurangi luasan ruang terbuka hijau. Pembangunan kota berkelanjutan seringkali menggunakan kata “green” sebagai “lip service”agar proyek pembangunan semakin laris dan familiar sebagai proyek peduli lingkungan (katanya). 
Saat ini proyek “hijau”  lebih banyak didesain dan diwujudkan pada perumahan elit seperti real estate. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan yang sehat itu hanya bisa ditemukan bagi warga kota yang tinggal di perumahan real estate. Proyek hijau bagi seluruh warga kota sepertinya sangat sulit untuk diwujudkan. Proyek hijau semakin ter-privatisasi, ruang hijau untuk warga kota dibabat habis untuk pembangunan kegiatan komersil dagang dan jasa yang memicu tingginya angka pengguna kendaraan di jalan raya setiap hari.
Mewujudkan kota berkelanjutan harus melihat masalah perkotaan secara komprehensif, dan tidak terpisah-pisah. Penyelesaiaan masalah pada lingkungan fisik perkoataan dimulai dari penyediaan ruang terbuka hijau. Sumber permasalahan kota berawal dari semakin berkurangnya ruang terbuka hijau. Padahal manfaat ruang terbuka hijau pada dasarnya adalah untuk menjamin hak-hak warga kota untuk memperoleh udara yang segar, air bersih, ruang publik yang nyaman, terhindar dari ancaman banjir, dan sanitasi buruk. Apabila ruang terbuka hijau semakin berkurang dan tergantikan oleh bangunan komersil yang tidak terkendali, akan memicu peningkatan jumlah kendaraan karena ruang terbuka hijau yang juga berfungsi sebagai ruang publik telah digantikan dengan ruang tertutup di dalam mall.
Mengimbangi gempuran pembangunan yang ada saat ini hanya dapat diwujudkan melalui keseriusan pemerintah dalam memperketat izin pemanfaatan lahan pada daerah yang selama ini menjadi resapan air dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai konservasi maupun ruang publik. Mewujudkan lingkungan perkotaan yang mampu menjamin hak-hak warga kota untuk memperoleh udara yang sehat dan air bersih tidak hanya melalui perwujudan RTH (ruang terbuka hijau) saja, saat ini kita bisa melakukan inovasi melalui gerakan infrastruktur hijau. 
Infrastruktur hijau dapat diwujudkan dan dilakukan dengan kegiatan memanfaatkan ruang kosong yang selama ini tidak digunakan dengan menanami ruang kosong tersebut dengan tanaman. Misalnya atap rumah ditanami dengan tanaman rambat, halte atau shelter pada bagian atapnya dapat ditutupi dengan tanaman rambat. Ibaratnya infrastruktur hijau seperti kegiatan menghijaukan elemen, wadah, ruang kosong melalui jenis tanaman yang dapat disesuaikan dengan wadah, elemen dan ruang kosong tersebut. 


green infrastructure

Comments