RTH 30 % Untuk Kota

Undang-undang penataan ruang no.26 tahun 2007 merupakan hasil transformasi dari undang-undang penataan ruang no.24 tahun 1992 yang memiliki banyak kelemahan khususnya dalam regulasi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang.  Penegasan substansi materi perencanaan pada UU Penataan Ruang no.26 tahun 2007 menekankan pada isu lingkungan, mitigasi bencana serta penambahan cakupan penataan ruang yang memasukkan “ruang dalam bumi” sebagai bagian dalam penataan ruang.


Aturan dan ketentuan yang menjadi tugas pokok penyelenggara tata ruang untuk melestarikan lingkungan perkotaan adalah mewujudkan RTH 30% untuk daerah perkotaan. RTH 30% memiliki tujuan untuk memperbanyak daerah resapan air, sehingga suatu kota tidak terkena dampak banjir akibat kurangnya daerah resapan air. RTH 30% juga dimaksudkan untuk menjaga kualitas air bersih bagi penduduk warga kota, mengurangi polusi udara melalui tanaman pengisap debu dan menciptakan lingkungan kota yang lebih sehat bagi warga kota. Lingkungan yang sehat mampu mengurangi tingkat stres warga kota akibat kondisi kota yang sudah tidak nyaman untuk bertempat tinggal.


London Sky from Primrose Hill


Perwujudan lingkungan perkotaan yang sangat kondusif dari segi kenyamanan, dan kesehatan telah dilaksanakan di negara Singapura. Negara Singapura memiliki aturan yang cukup ketat terhadap pembangunan diatas lahan milik pemerintah. Semua jenis bangunan yang terbangun telah diatur dan direncanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat oleh lembaga otoritas pemerintah Singapura yang menangani permasalahan kota yakni Urban Redevelopment Authority (URA). Dengan adanya aturan tersebut, pemerintah tidak bisa berbuat seenaknya dalam mengeluarkan dan dan memberi izin penggunaan lahan bagi pihak swasta apalagi masyarakat untuk mendirikan bangunan diluar ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Singapura. Saat ini pemerintah Singapura telah menerapkan Zoning Regulation sebagai instrumen dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Keberhasilan pemerintah Singapura dalam mewujudkan RTH kota dan pengendalian pemanfaatan ruang melalui zoning regullation bisa saja menjadi bahan perbandingan bagi kota-kota di Indonesia dengan memahami potensi dan kendala kota terlebih dahulu. Solusi untuk pemecahan permasalahan kota di Indonesia belum tentu sama dengan kota lain, mengingat sumber daya dan kondisi alam serta perilaku setiap warga kota memiliki keragaman dan cara pandang yang berbeda melihat perkembangan kotanya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, swasta dan masyarakat. Oleh karena itu dalam rencana tata ruang setiap daerah/kab/kota hendaknya menyesuaikan dengan kondisi wilayah setempat, format dokumen perencanaan yang ada selama ini hampir sama dengan semua daerah di Indonesia. Sehingga kita tidak mampu menemukan permasalahan utama daerah tersebut, akibatnya banyak rencana bersifat normatif dan sulit diimplementasikan. 

*** 

Jumat, 09 November 2012


Comments