Tongkonan sebagai City Character Tana Toraja


Sumber gambar: http://www.weltrekordreise.ch.

Kota pada dasarnya merupakan wadah untuk menampung berbagai macam budaya, tradisi yang terimplementasi dalam sebuah desain arsitektur yang sangat orisinil dan berkarakter. Bangunan dengan desain arsitektur tersebut tidak hanya terbatas pada sekedar bangunan tanpa sarat makna akan tetapi bangunan bersejarah tersebut tentunya memiliki nilai dan makna tentang proses perkembangan suatu kota. Melihat kota-kota maju dunia di belahan benua Eropa seperti Italia,Roma,Paris, di kota – kota inilah banyak terdapat bangunan monumental yang menggambarkan bahwa perkembangan desain arsitektur sudah sangat maju sejak dahulu, bangunan monumental inilah yang akhirnya menjadi ciri khas Negara maju tersebut. Dengan melihat bangunan monumental suatu daerah maka dengan mudah diketahui asal bangunan tersebut. Sehingga antara desain arsitektur dan kota tidak dapat dipisahkan.

Salah satu bangunan bersejarah yang sangat berciri khas dan memiliki karakter yang kuat dalam menggambarkan identitas wilayahnya adalah Rumah Tongkonan yang terdapat di Kabupaten Tanah Toraja Propinsi Sulawesi Selatan. Kevin Lynch memaknai identitas sebagai pencerminan adanya unsur individualitas yang berbeda dengan object lain, sebagai entitas tersendiri (Lynch, K., 1960). Sedangkan menurut Yuswadi      Saliya, Identitas adalah hasil kesadaran berpikir tentang pemisahan manusia dengan alam luar.

Ketika dikatakan bahwa identitas adalah pencerminan individual yang berbeda dengan object lain maka keberadaan Rumah Tongkonan mengindikasikan bahwa Rumah Tongkonan memilki keunikan yang tidak dimiliki oleh bangunan atau rumah adat lainnya. Selanjutnya keunikan Rumah Tongkonan akan menjadi identitas terhadap wilayah yang menjadi asal mula keberadaan Rumah Tongkonan dan  menjadikan Rumah Tongkonan sebagai brand Kabupaten Tanah Toraja.

Tongkonan sendiri bentuknya adalah rumah panggung yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran papan. Kalau diamati, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu. Tidak ada pelitur atau pernis, semuanya berasal dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kualltas kayunya cukup baik dan banyak dijumpal dijumpal di daerah Toraja.

Ada tiga bagian dari Tongkonan; kolong (Sulluk Banua), bagan (Kale Banua) dan atap (Ratiang Banua). Dilihat dari tampak samping, pembagian ini nampak jelas darn pola struktur kayunya. Pada kolong nampak ruang kosong dan tertutup pada bagian dindingnya yang sambungannya dari papan dengan ketebalan sekitar 5-7 cm.

Pada bagian atap, bentuknya melengkung mirip tanduk kerbau. Di sisi barat dan timur bangunan terdapat jendela kecil, tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin. Tongkonan mempunyai masing-masing kolom yang berkumpu pada batu. Kolom utamanya menjadi penyangga struktur atap di sisi ujungnya.

“Tongkonan” sebagai cerminan karakter kota

Jika dikatakan bahwa Tongkonan merupakan cerminan karakter kota maka perlu diketahui karakter seperti apa yang mendominasi dari perwujudan sebuah rumah tongkonan. Rumah tongkonan terdiri dari begitu banyak unsur budaya dan tradisi. Rumah Tongkonan mampu menjadi kebanggaan masyarakat Tanah Toraja sehingga hamper disetiap atap rumah warga Tanah Toraja mengikuti model atap Rumah Tongkonan. Sehingga ketika berkunjung di Kabupaten Tanah Toraja maka kesan budaya sangat terasa.

Hampir di setiap sisi jalan dan sudut kota kita bisa menemukan berbagai rumah dengan desain arsitektur atap rumah yang mengikuti atap Rumah Tongkonan. Hal ini tentu sangat menarik perhatian, sebab keunikan local tersebut masih bertahan sampai sekarang, selain itu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebenarnya pendapat warga Tanah Toraja melihat eksistensi Rumah Tongkonan yang masih terpelihara hingga sekarang.

Dengan menggunakan model atap rumah Tongkonan pada setiap rumah warga, terlihat suatu bentuk kebanggaan sebagai Masyarakat Tanah Toraja karena dengan mengggunakan atap Rumah Tongkonan akan menggambarkan asal warga tersebut. Dengan mudah kita mengetahi asal masyarakat Tanah Toraja jika atap Tongkonan yang menjadi cirri khas meskipun masyarakat tersebut bertempat tinggal di daerah lain.

Masyarakat Tanah Toraja mampu mempertahankan budaya dan keunikan Rumah Tongkonan sehingga begitu memasuki Kabupaten Tanah Toraja orang akan merasakan suasana kota yang sangat kental dengan unsur budaya. Budaya sering dilihat sebagai kemewahan, sebagai sesuatu yang akan dibahas setelah kemiskinan diatasi, sesuatu yang akan digarap setelah pemerintah menyelesaikan hal-hal yang lebih penting. Tidak disadari bahwa kekuatan budaya sebetulnya justru merupakan kekuatan utama sebagai landasan pembangunan, sebagai pendorong dan pendukung pembangunan.
 Dari pimpinan nasional sudah diisyaratkan bahwa budaya akan menjadi kekuatan utama di masa depan. Keberadaan Rumah Tongkonan yang masih bertahan ditengah pembangunan kota saat ini menunjukkan bahwa Masyarakat Tanah Toraja sangat menghargai sejarah sehingga budaya dan keunikan local masih dapat kita temukan hingga saat ini.
Jika pepatah mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan perjuangan pahlawan maka kondisi tersebut dapat terlihat di Kabupaten Tanah Toraja, Tanah Toraja begitu dikenal sebagai tempat yang memilki karakter kota dengan keunikan local yang masih bertahan hingga saat ini bahkan budaya dan keunikan local khas Tanah Toraja menjadi daya tarik wisatawan domestic maupun internasional yang ingin memahami lebih dalam tentang budaya Tanah Toraja. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha warga dan pemerintah dalam melestarikan segala bentuk budaya dan tradisi di Tanah Toraja, dan penghargaan yang tinggi terhadap sejarah sehingga tertuang dalam kreatifitas model atap rumah warga Tanah Toraja yang di adopsi dari atap Rumah Tongkonan.

Belajar dari Keunikan Lokal Rumah Tongkonan

Seiring dengan perkembangan zaman maka membangun merupakan sesuatu yang mutlak perlu dilakukan kemajuan suatu pembangunan akan menjadi tolak ukur tingakat perkembangan suatu daerah. Namun terkadang kita kebablasan dalam melakukan pembangunan jika terkait dengan upaya untuk mempertahankan kelestrarian keuinkan local suatu daerah. Kota diharapkan mampu menjadi tempat yang nyaman bagi penghuninya, dimana warga kota tidak membuat stigma dalam benaknya bahwa kota adalah tempat yang sesak, padat dan tidak teratur.

Warisan budaya atau keunikan local biasanya masih sangat jarang diperhatikan oleh warga dan pemerintah setempat sehingga kebudayaan local tersebut tidak mampu menjadi brand yang menggambarkan identitas daerah tersebut seperti apa. Sangat disayangkan apabila focus pembangunan kota saat ini cenderung mengabaikan keunikan local. Keunikan local tersebut bisa menjadi penyeimbang dalam pemabngunan kota. Keunikan local bisa selaras dengan pembangunan kota sehingga nilai budaya tersebut tidak hilang begitu saja, bahkan dapat dijadikan kekuatan dalam pembangunan.

Keunikan local Rumah Tongkonan yang masih terlihat kokoh hingga saat ini dapat dijadikan contoh dalam memaknai pembangunan yang sesungguhnya. Pembangunan yang mampu membuat masyarakat merasa sangat dekat dengan lingkungan dan budayanya. Menerapakan atap rumah Tongkonan di setiap bangunan pemerintahan dan rumah warga mampu memberikan dua nuansa sekaligus. Disatu sisi kita merasa hidup di era modern, namun disisi lain kita dapat merasakan kembali ke zaman dahulu. Kota seperti ini merupakan kota yang manusiawi karena tidak mengabaikan kondisi psikologi warganya dengan menawarkan pembangunan yang berjalan selaras dengan budaya.

Walaupun kota terlihat padat akan tetapi jika kita masih mampu menawarkan sisi lain dalam kota tersebut maka rasa jenuh dan stress akibat kepadatan di perkotaan dapat kita atasi. Ketika macet di jalan kita tentu merasa stress dan emosi kita akan menigggi karena disekeliling kita tidak ada hal menarik yang mapu mengalihkan perasaas stress tersebut, di sisi kanan maupun kiri yang kita lihat hanya  pusat perdagangan dan keramaian.

Bisa dibayangkan kalau di setiap bagian kota disisipkan bangunan yang memadukan nuansa budaya yang menjadi ciri khas daerah tersebut maka perhatian kita terhadap kemacetan bisa dilakukan. Karena mata dan penglihatan mendapat banyak pilihan objek menarik yang dapat disaksikan. Namun jika disisi kanan dan kiri merupakan bangunan dengan fungsi aktifitas seperti kantor. Perdagangan maka bayangan pekerjaan yang menumpuk akan muncul dalam benak kita sehingga menambah perasaan stress dalam diri.

Menerapkan keunikan lokal dengan memadukan desain arsitektur dan desain kota memperlihatkan identitas warga dan pola kreatifitas warga kota itu sendiri. Di sisi lain upaya pelestarian budaya tidak akan menjadi masalah bagi anak cucu kita, karena mereka telah terbiasa melihat unsure budaya tersebut, tanpa harus belajar secara intens untuk memahami budaya orang akan memahaminya jika unsur budaya tersebut telah mereka dapatkan di sekelilingnya.

Dengan demikian dapat disimpukan beberapa hal terkait dengan perpaduan desain arsitektur dalam menciptakan karakter kota sebagai berikut:
1.      Kekhasan budaya dan keuikan lokal tetap terpelihara dengan menyelaraskan pembangunan kota yang mengaplikasikan keunikan local tersebut dalam desain bangunan pemerintahan maupun rumah masyarakat.
2.      Akan tercipta suasana kota yang berbeda dengan kota lain karena kota yang memadukan nilai budaya memilki karakter dan ciri khas yang tidak seragam. Sehingga orang tidak akan merasa jenuh dengan suasana kota seperti itu.
3.      Keunikan local dapat menjadi kekuatan dalam pembangunan karena keunikan local adalah cerminan budaya yang apabila di implementasikan dalam penataan kota akan menjadi daya tarik bagi wisatawan sehingga dapat dijadikan sebagai icon pariwisata.
4.      Mempengaruhi kondisi psikologi karena stress perkotaan yang tidak terbendung dapat di imbangi dengan suasana kota yang memberikan beberapa pilihan, disatu sisi kita merasa hidup di zaman modern dan disisi lain kita merasa kembali ke masa lampau.
5.      Generasi muda secara otodidak dapat memahami kebudayaan asal mereka karena kebudayaan tersebut berada di sekeliling mereka.
Jadi kota tidak hanya dibangun untuk memenuhi kelengkapan sarana bagi masyarakat namun masyarakat juga memerlukan kenyamanan dalam bertempat tinggal, kota yang dibangun berdasarkan kebutuhan fisik yang dipadukan dengan unsur budaya adalah kota yang manusiawi , mengapa?? Karena kota tersebut tidak mengabaikan psikologi warga kotanya, yang selalu membutuhkan nuansa lain sehingga penduduknya tidak merasa jenuh.

Pembagunan yang hanya berkutat pada standar pemenuhan prasarana maupun sarana pada dasarnya hanya akan menjadikan kota tersebut seperti kota mati, dimana warganya harus menjalani aktivitas dan rutinitas yang sama tanpa ada hal lain yang mereka temukan dalam kotanya. Tidak ada karakter kota dalam ciri kota seperti ini. Jadi untuk menciptakan pembangunan yang manusiawi bagi warga kota salah satu caranya adalah dengan melestarikan keunikan local, selain memilki karakter, hal tersebut juga menunjukkan penghargaan kita terhadap sejarah masa lalu hingga kita bisa merasakan suatu peradaban kota yang lebih bijaksana saat ini dan akan diteruskan oleh generasi selanjutnya di masa yang akan datang. 


 17 MARET 2008
  Urban Fellowship III

Comments