Perencanaan pembangunan daerah bukanlah perencanaan dari suatu daerah, melainkan perencanaan untuk suatu daerah.
Kisruh kasus suap ketua MK Akil Mochtar, menyeret nama kabupaten Gunung Mas. Kabupaten Gunung Mas sontak menjadi bahan pembicaraan berbagai kalangan di beberapa media elektronik dan cetak. kabupaten yang baru 10 tahun terbentuk ini, rupanya diduga tersangkut kasus kecurangan pemilukada oleh pasangan incumbent. Saya kemudian segera menghubungi teman saya yang saat ini menjabat di pemerintahan Gunung Mas. Namun dalam hal ini saya tidak membahas kasus politik yang terjadi. Saya hanya mencari tahu kedudukan Gunung Mas dan perkembangannya selama 10 tahun terakhir ini, setelah berpisah dari kabupaten Kapuas.
Sebelum ditetapkan sebagai kabupaten baru pada tahun 2002, Gunung Mas merupakan ibukota kecamatan Kurun, Kabupaten Kapuas. Pada saat tergabung dalam wilayah administrasi kabupaten Kapuas, program pembangunan masih sangat minim. Transabangdep (Transmigrasi Swakarsa Desa Potensial) kemudian menjadi awal perkembangan kecamatan Kurun. Masyarakat kecamatan Kurun menaruh harapan besar pada pembentukan kabupaten Gunung Mas agar terjadi pemerataan pembangunan.
Pembentukan kabupaten Gunung Mas, melalui proses yang cukup panjang. adanya aspirasi masyarakat dan dukungan berbagai pihak untuk percepatan pembangunan di Provinsi Kalimantan Tengah maka Pemerintah Pusat menetapkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur.
Pada tanggal 2 Juli 2002, diresmikan pembentukan Kabupaten Gunung Mas bersama dengan Kabupaten lain di Indonesia di Jakarta. Kemudian pada tanggal 8 Juli 2002 dilaksanakan pelantikan 8 (delapan) Pejabat Bupati Kabupaten Pemekaran se-Kalimantan Tengah. Kabupaten Gunung Mas masih tergolong sebagai kabupaten muda. Akan tetapi pembangunan infrastruktur di kabupaten Gunung Mas tergolong berjalan cukup baik. Karena infrastruktur penunjang utama aktivitas antar kabupaten seperti jaringan jalan dan pembuatan jembatan telah membantu meningkatkan aktivitas lintas kabupaten dan provinsi di Gunung Mas.
Hasil wawancara saya dengan salah satu pejabat daerah pemerintah kabupaten Gunung Mas mengatakan bahwa :
“sebelum terbentuk menjadi kabupaten baru (Gunung Mas), pembangunan infrastruktur jalan di daerah kecamatan Kurun (Gunung Mas) hanya di beberapa bagian saja, bahkan boleh dikatakan terisolir”.
Sebelumnya saya menanyakan beberapa poin utama terkait perkembangan wilayah di kabupaten Gunung Mas, berikut pertanyaan saya:
1. Menurut pengamatan bapak selaku pejabat daerah Gunung Mas, bagaimana perkembangan gunung mas semasa menjadi bagian dari kabupaten Kapuas dan setelah terbentuk menjadi kabupaten Gunung Mas?
“pembangunan cenderung pesat, kebijakan otonomi malah membantu Gunung Mas lebih maju tidak terisolir”.
2. Bisa dijelaskan kemajuan dalam bidang apa yang bapak maksud?
“terutama infrastruktur jalan dan prasarana. Yang dulunya hanya pada ruas jalan tertentu, sekarang sudah bertambah dan memperluas kawasan kota. sarana kota berupa perkantoran, dagang dan rekreasi pun sudah eksis berfungsi dengan baik. Terisolir, yang dulunya untuk mencapai desa hanya menggunakan transportasi sungai, dalam kurun waktu 10 tahun semua sudah bisa dilalui dengan jalan darat.
Dari hasil wawancara singkat pada via telepon pada waktu itu (Rabu,9 oktober 2013) saya melihat fakta bahwa, otonomi daerah membawa perubahan bagi kabupaten Gunung Mas. Khususnya dalam bidang infrastruktur, namun potensi pembangunan di kabupaten Gunung Mas, bisa menjadi masalah baru bagi pemerintah setempat. Saya sebenarnya sangat tertarik ingin mengetahui lebih lanjut mengenai dana pembangunan yang digunakan selama 10 tahun terkahir, seperti dana APBD yang dianggarkan untuk kabupaten Gunung Mas. Namun wawancara pada saat itu harus terputus oleh beberapa sebab.
Seperti yang telah saya kemukakan bahwa potensi pembangunan di Gunung Mas sangat rentan menimbulkan masalah baru di pemerintahan Gunung Mas. Sebagai kabupaten “muda”, insentif dan kebijakan keuangan merupakan input penting bagi proses pembangunan ekonomi daerah. Dalam upaya untuk menunjukkan kesungguhan bahwa biaya yang digunakan untuk usaha di daerah mereka telah menunjukkan capaian pertumbuhan yang tinggi.
Untuk meningkatkan pembangunan daerah di kabupaten Gunung Mas, tentu tidak selamanya mengandalkan dana pusat terus menerus. Diperlukan pengembangan usaha di daerah tersebut, seperti mengembangkan dunia usaha, baik yang dilakukan oleh investor maupun masyarakat Gunung Mas sendiri. Namun permasalahannya adalah ada kecenderungan pemda saat ini tidak hanya di Gunung Mas untuk mengeluarkan Perda yang mengatur pajak dan retribusi daerah. Permasalahan ini juga bisa menimpa terjadi di kabupaten Gunung Mas yang masih kabupaten baru, membutuhkan biaya pembangunan untuk meningkatkan pembangunan daerah.
Berikut adalah daftar Perda bermasalah di Indonesia tahun 2001-2009:
Data perda bermasalah tersebut menunjukkan lemahnya kapasitas fiskal untuk melayani publik. Terbatasnya sumber pembiayaan daerah menyebabkan pemerintah mengeluarkan perda untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini memang secara jelas diterangkan pada pasal 2 ayat (4) UU.no 34 tahun 2000 dinyatakan bahwa daerah/kabupaten kota diberikan kewenangan untuk menggali potensi pajak daerah yang spesifik dan potensial di daerah masing-masing asalkan memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang.
Hal yang perlu digarisbawahi oleh pemda (Gunung Mas) setempat adalah arah pembangunan daerah yang tertuang dalam RPJMD harus jelas. Mengingat bahwa status kabupaten Gunung Mas baru berjalan 10 tahun. Dasar pembangunan yang dirumuskan pada periode 2010-2020 misalnya akan menentukan keberhasilan pembangunan di Gunung Mas 20 tahun yang akan datang. Sektor potensial seperti batu bara sudah saatnya digerakkan dengan mendatangkan investor untuk bekerja sama dalam pengelolaan dan pemanfaatannya. Hasilnya kemudian digunakan untuk mengembangkan sektor-sektor berbasis pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan. Karena capaian keberhasilan pembangunan infrastruktur wilayah di kabupaten Gunung Mas tidak bermanfaat apabila tidak memicu pembangunan ekonomi. Dan otonomi daerah bisa dikatakan tidak berhasil, malah menghabiskan uang negara. Saya mengatakan demikian, karena setelah membentuk kabupaten baru, pemerintah segera menetapakn arah pembangunan daerah, kalau tidak mau dikatakan gagal. (Ibaratnya buat apa susah-susah memisahkan diri, toh ternyata masih bingung juga mau membangun apa di daerah ini, misalnya).
Hal ini diperlukan agar program percepatan pembangunan infrastruktur wilayah berjalan sesuai target rencana. Barulah ketika infrastruktur terbangun, kegiatan perekonomian bisa berjalan. Jangan sampai infrastruktur sudah terbangun, namun pemda masih meraba-raba arah pembangunan. Oleh karena itu pembentukan kabupaten baru seharusnya sudah mempersiapkan “grand design” pembangunan daerah. Agar daerah/kabupaten baru, tidak lagi menggantungkan nasib ke pemerintah pusat dan tidak kebingungan mau dibawa kemana pembangunan daerahnya.
sumber : Mudrajat kuncoro,2012 (data perda bermasalah)
Comments
Post a Comment
Apa pendapatmu?