Pak Jokowi, Soal Transportasi Jakarta Bagaimana dengan Sistem TOD?

13813083151163385018
Ilustrasi/Admin (Shutterstock)

Kalau ditanya masalah soal transportasi di Jakarta hampir semua akan menjawab sama, kemacetannya luar biasa. Saya juga sudah sering menyinggung masalah kemacetan Jakarta di beberapa tulisan saya yang lainnya. Saya merasa tidak berimbang  jika hanya mengulas masalahnya terus tanpa ada solusi. Bukan hanya Jakarta sebenarnya, kota lain di Indonesia juga tidak luput sama masalah kemacetan. Bahkan kota-kota yang selama ini termasuk kategori kota paling nyaman seperti Jogja dan Bali tak luput dari kemacetan.

Program untuk mengatasi kemacetan Jakarta oleh Jokowi mengedepankan sistem transportasi massal. Yah kebijakan ini boleh dikatakan sudah kadaluarsa di negara maju seperti Eropa. Atau contoh paling dekatnya adalah negara Malaysia. Tapi bukan berarti program Jokowi tidak bermanfaat untuk Jakarta. Tidak ada yang salah dengan program Jokowi, iklim politik di Indonesia berbeda dengan dengan negara lain. Kalau di Indonesia setiap kementrian bisa punya standar yang berbeda untuk satu pembahasan yang sama. Contohnya, peraturan penetapan standar kemiringan lereng antara kemenpu dan kemenpertanian memiliki perbedaan.

Begitupula dengan kebijakan kementerian perindustrian terkait mobil murah, bukankah Jakarta akan dibebaskan dari kemacetan, sekarang malah ada program mobil murah. Kita kembali pada bahasan mengenai sistem transportasi massal di Jakarta seperti MRT (Mass Rapid Transit), merupakan salah satu transportasi massal paling mutakhir untuk Jakarta. MRT dapat menampung penumpang dalam jumlah besar dan bergerak sangat cepat. MRT dinilai sebagai solusi kemacetan bagi masyarakat perkotaan yang memiliki mobilitas cukup tinggi.

Namun pertanyaannya selanjutnya adalah, apakah dengan MRT saja sudah cukup untuk mengatasi permasalahan di Jakarta?. jawabannya tentu tidak. Khusus MRT ini akan memecahkan masalah kemacetan yang berada di ruas jalan utama. Untuk transportasi pendukung yang berada di kawasan pemukiman, pusat kegiatan dagang dan jasa, pendidikan dan fungsi kawasan lainnya membutuhkan moda transportasi yang terintegrasi (connected) dengan MRT.

Ibaratnya seperti ini, ketika anda keluar rumah menuju lokasi tempat kerja atau sekolah dan pusat perbelanjaan, kita tidak akan langsung menemukan MRT. Oleh karena itu kita butuh transportasi massal lainnya yang bisa memudahkan pengguna menuju stasiun MRT. Pada dasarnya, sekalipun tersedia MRT tapi transportasi pendukung lainnya tidak optimal, masyarakat pasti lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Oleh karena itu saya mencoba memperkenalkan sistem TOD (Transit Oriented Development/TOD), Tradisionel Neighbourhood Development (TND).

Transit Oriented Development (TOD) adalah konsep pengembangan transit. Konsep ini terintegrasi dengan beberapa elemen ruang perkotaan dan wilayah. Di dalamnya mencakup transportasi publik dan prasarana Jalan. Berbagai literatur menjelaskan bahwa TOD terdiri dari jaringan sirkulasi yakni (jalan-jalan, pejalan kaki dan trotoar), Bus Rapid Transit dan tempat pemberhentiannya, ini seperti busway Jakarta dan Trans jogja. Fasilitas pejalan kaki dan sepeda dan fasilitas umum seperti taman. Tipe TOD sendiri sebagai berikut:

1381299371822155708
tipe TOD (sumber: ROYCHANSYAH)

TOD berfungsi sebagai akses penghubung utama antara wilayah perkotaan dan sub urban (pinggiran kota). Masyarakat lebih mudah menjangkau MRT menuju pusat kota, misalnya. Masalah kota saat ini adalah kecenderungan merancang kota tanpa memperhitungkan dampak masa akan datang. Akibatnya ruas jalan yang ada dibangun berdasarkan kondisi transportasi pada saat itu saja. Padahal kota merupakan ruang dengan luas-an/ukuran tetap namun komposisi di dalam ruang terus bertambah.

13813022991110766488
light rel transit (dok.pri)
1381302503471437751
bus rapid transit (dok.pri)
13813028041295414953
modern street car (do.pri)

Berbagai konsep untuk mengatasi kemacetan di Jakarta beberapa sudah berjalan. Seperti busway, moda transportasi ini urung mengurai masalah juga. Jalur khusus busway masih diterobos pengendara lain. Jadi sebenarnya mental/psikologi para pengendara di jalan mesti dibenahi terlebih dahulu. Jokowi pernah berujar di salah satu media elektronik, bahwa “konsep menata transportasi Jakarta sudah banyak, yang lemah adalah implementasinya”.

Konsep TOD dan MRT sekiranya bisa berjalan dan mengatasi kemacetan di Jakarta dengan mempertimbangkan 4 hal berikut:

1. Menata kembali kelembagaan:
Pemerintah bekerja sama dengan lembaga terkait seperti lembaga hukum dan instansi pajak daerah. Misalnya dengan menarik pajak yang tinggi bagi perorangan yang memiliki kendaraan lebih dari satu. Bisa juga melalui pertimbangan kepemilikan garasi, ijin kepemilikan kendaraan memperhitungkan luas garasi di rumah pemilik kendaraan. Negara Jepang memiliki peraturan bahwa untuk memperoleh sim berkendara harus mengeluarkan biaya hingga puluhan juta. Jakarta bisa saja menerapkan kebijakan yang lebih tegas seperti ini.

2. Pengawasan Peraturan:
Pemerintah perlu menerapkan standar keamanan bagi penggunan transportasi publik. Memberikan sanksi yang tegas bagi pengendara yang melanggar batas jalan untuk pejalan kaki maupun jalur transportasi. Dalam mengawasi pelanggaran tersebut, pemerintah terkait seperti dinas perhubungan dan badan informasi komunikasi memasang cctv pada titik jalur pesepeda, pejalan kaki dan transportasi massal. Seluruh data pemilik kendaraan didaftarkan terlebih dahulu, jika ketahuan melanggar, akan diberikan sanksi berupa denda/pengenaan biaya pelanggaran dalam jumlah besar.

3. Pengawasan Sistem Kerja:
Electronic Road Pricing, seperti yang diberlakukan di Singapura terbukti mampu mengatasi kemacetan pada jalan utama Singapura. ERP berfungsi menekan laju kendaraan pribadi yang masuk ke dalam kota atau pusat kota. Pasalnya dalam ERP pemilik kendaraan akan dikenakan biaya secara langsung ketika memasuki wilayah tertentu.

4. Pengawasan Struktural:
Pada tahapan ini, membutuhkan komitmen tinggi pemerintah dan instansi terkait untuk menegakkan aturan yang ada. Evaluasi terhadap manajemen sistem transportasi dapat dilaksanakan secara bertahap. Meninjau kembali program yang sedang berjalan dan mengenali masalah di lapangan. Agar program mengatasi kemacetan di Jakarta dapat berjalan sesuai harapan.

Sistem transportasi negara maju seperti Jepang, Singapura dan negara di Eropa tidak dikembangkan secara terpisah-pisah. Melainkan satu kesatuan dan saling terintegrasi. MRT hanyalah moda, untuk mendukung fungsi MRT diperlukan sistem transportasi terpadu seperti TOD misalnya. Karena warga dalam kota bergerak tidak hanya pada satu titik, melainkan melakukan pergerakan ke berbagai titik.

Kesuksesan sistem transportasi terletak pada kemudahan warga melakukan perpindahan dari satu fungsi kawasan menuju lokasi lain dalam satu sistem transportasi yang murah, aman, cepat dan terintegrasi. Sekali lagi MRT hanya moda, masih memerlukan sistem terintegrasi. Apabila sistem transportasi kita sudah terintegrasi (terpadu), warga kota pasti mulai “melirik” moda transportasinya. Ini yang perlu dipahami terlebih dahulu sebelum mengeluarkan kebijakan transportasi massal. Nah, bagaimana dengan TOD di Jakarta?.

Salam,, semoga bermanfaat

Comments