Kota Hijau, Bukan Konsep “Kota Tambal Hijau”

Beberapa tahun terakhir, sejak kekhawatiran dampak “pemanasan global” marak dibicarakan di tingkat dunia berbagai ide dan konsep untuk penataan kota mulai bermunculan. Konsep “go green”, seperti kota hijau, green transportation, green energydan green building marak dikembangkan. Konsep “go green” dianggap ramah lingkungan dan menjadi solusi untuk mengurangi dampak lingkungan akibat pemanasan global.

Penataan kota masa kini mulai mengalami pergeseran, tidak kaku. Penataan kota mulai dikembangkan dengan konsep-konsep yang lebih kreatif, humanis dan berbasis komunitas. Sebut saja Indonesia berkebun, komunitas kota hijau, dan komunitas pesepeda, adalah komunitas yang bergerak di bidang lingkungan perkotaan.

Visi misi beberapa walikota terpilih saat ini sebagian besar mengusung konsep kota hijau, salah satunya dengan mengembangkan jalur pesepeda di dalam kota. Jakarta juga punya rencana pengembangan jalur pesepeda, namun hingga saat ini jalur pesepeda tersebut belum sepenuhnya berfungsi secara maksimal.

Dalam bidang transportasi, konsep “green transportation” diwujudkan dengan  mengembangkan jalur pesepeda. Beberapa kota besar di Indonesia mulai mengembangkan dan menyediakan jalur pesepeda untuk skala kota. Saya biasa berkeliling kota Jogja mengendarai motor dan sering menjumpai beberapa orang yang menggunakan sepeda di beberapa ruas jalan sekunder Jogja seperti Kota Baru, dan jalan Colombo.

Kampus UGM juga mengembangkan jalur sepeda di dalam kampus. Sejak dua tahun terakhir (2011) UGM menyediakan sepeda kampus dan infrastruktur penunjang lainnya seperti “stasiun sepeda”. Dari informasi seorang teman, untuk bisa menggunakan sepeda kampus cukup menunjukkan KTM saja.

13862927031482851128
jalur sepeda di kampus UGM
13862927561308514599

Bila membandingkan dengan negara-negara yang telah mengembangkan infrastruktur jalur sepeda, maka ada beberapa komponen yang belum dipersiapkan secara matang untuk pengembangan jalur sepeda di Indonesia. Jarak sempadan jalan dengan jalur sepeda, material yang aman, serta infrastruktur penunjang di malam hari belum dikembangkan secara maksimal.

Saya mengambil kasus di Kota Jogja, garis pembatas/tepi untuk jalur sepeda di jalan yang memiliki jalur sepeda hampir tidak kelihatan. Sehingga batas untuk jalur sepeda dan kendaraan bermotor tidak bisa dibedakan.

Jarak
Melihat kondisi jalur pesepeda di ruas jalan kota Jogja, beberapa diantaranya sudah tidak berfungsi lagi/jarang digunakan. Pasalnya jalur pesepeda yang dibuat masih kurang aman untuk dilalaui. Jalur pesepeda tersebut juga mudah diterobos pengendara motor. Ruas jalan jalur pesepeda memiliki jarak 4-6 m dan dibatasai dengan “striping”.

13862935601197049685
jarak antara jalur sepeda dan kendaraan bermotor & roda empat

13862935831250956039

138629373768721504

Material dan Keamanan
Australia memberlakukan aturan keamanan untuk pengendara sepeda seperti  National Cycling Strategy 2011 – 2016, the Australian Bicycle Council. Dari data yang dimiliki pemerintah, komunitas pesepeda di Australia belum begitu populer. Di beberapa kota misalnya, Darwin (3,4%), 2,6 di Canberra, 1,1% di Melbourne dan hanya 0,7% di Sydney.

Untuk meningkatkan jumlah pengguna sepeda di Australia, maka dikembangkan konsep “bike friendly cities”. Keamanan yang dibuat di jalur pesepeda seperti garis tepi dengan property “anti slip”. Material yang terdapat di jalur pesepeda, menggunakan material yang aman, untuk mengurangi resiko kecelakaan.

Glowing Bike
Agar bisa digunakan pada malam hari dan tetap aman, maka jalur pesepeda di Inggris (London) mengembangkan konsep “bike path” (jalur pesepeda yang dilengkapi dengan instalasi penerangan/cahaya ‘glowing bike’. Material yang digunakan adalah solar liquid(solar cell yang terbuat dari nanocrystals), solar liquid ini menyerap sinar matahari sepanjang hari dan digunakan pada malam hari untuk penerangan di jalur pesepeda.

1386292858698502306
Glowing Bike Paths, memanfaatkan solar liquid untuk penerangan di malam hari
13862929991897587460
jalur sepeda di Australia

Infrastruktur pengembangan jalur sepeda terbukti belum direncankan dengan matang. Jika infrastruktur yang disediakan bisa menjamin keamanan, kenyamanan pengguna sepeda, bukan hal mustahil masyarakat akan beralih menggunakan sepeda.

Konsep penataan kota hijau bukan perkara yang sederhana, bahwa dengan menanam pohon berarti sudah hijau. Mengembangkan jalur khusus sepeda juga tidak sesederhana memberi cat hijau di atas aspal. Kita tidak sedang mencoba-coba bermain atau bereksperimen dengan konsep “kota hijau” untuk penataan kota.

Ketidakmatangan konsep “kota hijau” dan pengembangan yang bersifat “setengah-setengah” malah menjadi pemborosan. Konsep “kota hijau” bukan konsep tambal sulam dengan konsep tata kota sebelumnya. Menambal dan memberi atribut hijau sebagai elemen kota hijau belum tepat dikatakan sebagai pelopor pembangunan kota yang berkelanjutan.

Kita perlu cermat dan berhitung untuk konsep penataan kota yang akan dikembangkan. Karena konsep penataan kota yang visioner bukan program pencitraan atau karya monumental kepala daerah. Melainkan sebuah terobosan jangka panjang yang membawa manfaat besar bagi masyarakat dan lingkungan.


* sumber gambar:
1. Dokumen Pribadi
2. Mercedes Martty
3. Planning and Urban Design Standards (Frederick R. Steiner)

R.Purnamasari

Comments