Lalapan, makanan ini disajikan dengan
menu sederhana, citarasa sederhana namun jangan ditanya soal sambalnya,
pedasnya bisa menghadirkan sensasi pedas luar biasa. Setidaknya itu yang saya
perhatikan tiap kali masuk di warung makan, wajah pelanggan biasanya
menunjukkan ekspresi hu-ha-hu-ha. Benar – benar luar biasa menu lalapan ini. Warung
lalapan di Jogja, bertebaran di sepanjang jalan. Sebenarnya soal
citarasa, tidak ada yang terlalu istimewa. Karena makanan lain khas Jogja
umumnya disajikan dengan bumbu dan aneka rempah yang bisa didatangkan dari
berbagai pelosok daerah. Namun citarasa sambal lalapan ini yang bisa bervariasi
untuk setiap warung makan.
Saya termasuk pecinta masakan pedas,
dan untuk menguji nyali, saya pernah mencoba lalapana ayam gemprek di daerah
kampus Sanata Dharma. Tingkat pedasnya juga bervariasi, menggunakan tingkatan
level, dari level pedas hingga super pedas. Level pedas biasanya menggunakan
3-4 cabai, paling pedas 5-7 cabai dan super pedas hingga 8-10 cabai. Saya juga
sebenarnya tidak terlalu paham lalapan seperti apa yang paling enak, karena
sepertinya kunci utama dari masakan ini adalah bagaimana mengolah sambal. Tidak
semua warung lalapan di Jogja menyajika sambal ala “strata pedas”, ada juga
yang mengandalkan sambal bawang dan sambal tomat yang diberi jeruk limau.
sumber : http://kulista.files.wordpress.com
Soal urusan sambal, saya paling suka
yang menggunakan tomat dan jeruk limau. Warung lalapan yang menyediakan sambal
seperti ini ada di jalan Nologaten, tepat di depan pusat perbelanjaan baju dan
aksesoris OB (Outlet Biru). Warung ini menyediakan berbagai macam sajian ikan
laut, dan udang. Saya masih ingat pernah makan sampai 3 piring nasi, sambalnya
membuat saya ketagihan, mau makan terus.
Ciri khas menu makanan seperti ini
terbilang cukup unik, jika mengamati secara gamblang saya akan berpendapat
bahwa semua orang tidak butuh keterampilan khusus untuk membuka warung lalapan.
Karena penjual tidak perlu mengolah berbagai macam rempah. Cukup bisa mengulek
sambal, maka menu lalapan siap tersaji dihadapan pembeli. Sederhana namun
menjadi makanan favorit semua kalangan. Kesederhanaan dan suasana santai sambil
menyantap menu lalapan menjadi salah satu ciri tersendiri. Sambil duduk lesehan,
menyuap langsung dengan tangan, dan ditemani sambal nan pedas, semakin menambah
kerenyahan suasana bersantap menu sederhana, namun nikmat.
Konsep duduk lesehan sebagian warung
lalapan merupakan ciri khas dan budaya masyarakat Jogja. Teman saya asal Bantul
pernah menjelaskan jika, makan secara lesehan sudah menjadi budaya masyarakat
Jogja. Selain ngangkring, budaya lesehan ini menjelaskan bentuk-bentuk
sosialisasi/ komunikasi masyarakat di Jogja. Masayarakat Jogja menggelar tikar
sambil berbincang/berdiskusi dalam suasana kekeluargaan dan bersahabat, agar
tidak ada jarak yang terbangun. Karena sukses warung lesehan dan lalapan di
Jogja, belum tentu sukses di daerah lain. Artinya, budaya masyarakat turut
berperan dalam membangun eksistensi warisan wisata budaya, khususnya kuliner.
Ya, sepertinya lesehan dan lalapan
menjadi bagian tak terpisahkan dari ragam kuliner Jogja. Dan untuk menikmati
santapan kuliner lalapan paling nikmat (subjektif) hanya bisa saya temukan
di Jogja. Sederhana, namun kaya cerita, karena kita akan bercerita apa saja di
hadapan menu maknyuss satu ini, tanpa
“table manners”.
Selamat Mencoba..
Comments
Post a Comment
Apa pendapatmu?