Proses pemetaan partisipatif oleh warga Suriname (Gambar: ESRI.com)
Bidan Irma tidak pernah lupa kejadian sore
itu, saat cuaca kurang bersahabat dan disertai hujan yang sangat deras.
Panggilan pertolongan ibu hamil di salah satu dusun Kabupaten Bantaeng tidak
bisa lagi ditunda. Bidan Irma bersama rombongan dari Puskesmas Rawat Inap Kassi-kassi
segera menuju kediaman sang Ibu hamil.
Ternyata rumah ibu hamil yang segera
melahirkan ini sangat sulit ditempuh dengan jalan darat. Letak rumah sang ibu
berada di seberang sungai. Di tengah hujan deras para rombongan puskesmas
dibantu masyarakat kemudian membopong ibu hamil menuju ambulans dengan
menggunakan tandu. Sang Ibu kemudian dibawa ke ambulans dan akhirnya bisa
melahirkan dan selamat.
Irma bercerita bagaimana sulitnya situasi
saat itu. Menurutnya akses jalan atau infrastruktur menuju puskesmas tempatnya
bertugas sudah cukup bagus. Kondisi jalan tidak ada yang rusak parah apalagi
saat ini kelengkapan prasarana seperti ambulans selalu tersedia.
Hal yang menjadi kendala adalah menjangkau
rumah-rumah penduduk yang terpisah dari pemukiman biasa. Seperti kasus ibu
hamil tersebut, lokasi rumah yang berada di seberang sungai menyulitkan tenaga
medis untuk melakukan pertolongan dengan cepat.
Kejadian yang dialami Bidan Irma dalam
bertugas menolong ibu hamil mungkin tidak seberat perjuangan seorang bidan yang
harus menyeberang lautan untuk segera memberikan pertolongan pertama. Akan
tetapi kondisi yang dialami Bidan Irma setidaknya menambah pandangan baru bahwa
seandainya ada jembatan yang digunakan untuk melintasi sungai, tentu bidan desa
atau petugas penyuluh tidak kesulitan menjangkau rumah-rumah warga.
Peningkatan kualitas infrastruktur tidak
terbatas pada kondisi jalan saja, melainkan aspek lain seperti jembatan juga
perlu diperhatikan. Selain untuk memudahkan tugas bidan dalam membantu proses
persalinan juga memudahkan bidan dan penyuluh kesehatan untuk memberi pelatihan
dan penyuluhan ke desa yang letaknya cukup jauh dari puskesmas kecamatan.
Menurut Bidan Irma, pihak puskesmas tempatnya
bertugas sudah sering melakukan penyuluhan di desa-desa yang termasuk dalam
daerah pelayanan. Hanya saja masih banyak warga yang kurang memperhatikan
kegiatan penyuluhan seperti itu.
Saat saya mencoba menanyakan alasannya, Bidan
Irma menjawabnya dengan alasan pekerjaan. Sebagian besar penduduk di desa
adalah petani, dan pekerjaan ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja hanya
untuk menghadiri penyuluhan.
Persoalan pertolongan pertama pada ibu hamil
saat bidan belum ada di tempat tentu berada di tangan suami atau kepala rumah
tangga. Itu sebabnya dalam kegiatan penyuluhan kesehatan dan keselamatan ibu
hamil, peran serta suami sangat diharapkan.
Sebagai seorang bidan, Irma menilai jika
hingga saat ini dirinya belum bisa berbuat banyak dalam menjalankan tugasnya.
Status sebagai pegawai tidak tetap membuat dirinya dibatasi pada aspek keahlian
khusus seperti kemampuan menggunakan inkubator bayi. Bidan Irma berharap
sekalipun belum memiliki status sebagai PNS, bidan seperti dirinya bisa
diikutkan dan dilibatkan dalam kegiatan pelatihan bidan profesional.
Pada tahun 2015 mendatang Indonesia akan
memasuki era AFTA atau MEA yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi
Asean. Pada Era ini Indonesia akan “dilimpahi” tenaga profesional berbagai
bidang salah satunya kesehatan. Kita tidak bisa menutup mata juga mengenai
kualitas orang-orang profesioanal yang ada di Indonesia yang masih dipandang
sebelah mata dengan lulusan luar negeri.
Kondisi ini akan menjadi tantangan baru di
tahun-tahun mendatang, soal seberapa besar kesiapan tenaga profesional dari
Indonesia mampu bersaing dengan lulusan dari negara-negara ASEAN. Merujuk pada
situasi ini, berarti secara tidak langsung apa yang dikeluhkan Bidan Irma soal
keterbatasan pegawai non PNS untuk mengikuti pelatihan kerja bidan profesional
perlu diperhatikan lebih jauh.
Tantangan
Bagi Pemerintahan Yang Baru
Kabinet yang baru terbentuk baru-baru ini
khususnya di bidang kesehatan diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan pada segala aspek. Aspek yang dimaksud adalah ketersediaan peralatan
medis, prasarana angkutan, data kesehatan dan kemampuan secara profesional
tenaga medis itu sendiri.
Dalam rumusan tujuan pembangunan bidan
berkelanjutan (PBB) telah menyebutkan aspek etika profesi dan produktivitas.
Kedua aspek ini sangat penting dimiliki seorang bidan untuk memaksimalkan peran
mereka di dalam masyarakat, apalagi yang berada di pedesaan.
Kebijakan pemerintahan yang baru di bidang
kesehatan sebaiknya berkordinasi dengan kementerian lain yang selama ini
dilihat sangat bertolak belakang atau tidak memiliki hubungan langsung dengan
kementerian kesehatan.
Belajar dari pemaparan Bidan Irma mengenai sulitnya
menjangkau rumah warga yang berada di seberang sungai, kita bisa menyimpulkan
bahwa Dinas PU kabupaten dan Dinas Kesehatan bisa bekerja sama dalam aspek keterbukaan
informasi.
Misalnya Dinas PU maupun Tata Ruang bekerja
sama dengan Dinas Kesehatan dalam pengolahan Peta Informasi Kesehatan dan Peta
Jangkauan Pelayanan Kesehatan.
Pemetaan untuk informasi kesehatan ini seperti
sebaran keluarga dalam satu dusun yang minim pelayanan kesehatan, atau
informasi kesehatan lain yang sekiranya akan sangat mudah dipantau oleh pihak
dari Dinas Kesehatan.
Sistem seperti ini akan memudahkan
pemerintah menerapkan kebijakan di sektor kesehatan khususnya masalah jangkauan
layanan. Sekaligus informasi pemetaan seperti ini juga akan menjadi “pengingat”
pemerintah bahwa masih ada dusun yang belum terlayani informasi kesehatan yang
cukup dan mengedukasi warga.
Jangkauan teknologi melalui pengolahan data
dan pemetaan seperti ini akan menghilangkan batas-batas fisik yang ada selama
ini. Sehingga kita tidak perlu mendengar istilah daerah tertinggal lagi, karena
sejauh apapun jaraknya, informasi dan infrastruktur jalan serta jembatan sudah
tersedia. Inilah yang kita harapkan di masa mendatang agar bidan seperti Bidan
Irma dan bidan lain yang tersebar di daerah seluruh Indonesia mampu memberi pelayanan
maksimal kepada masyarakat.
***
Ditulis untuk kompetisi Blog "Jambore Pedesaan"
Ratih Purnamasari
@ratihalrasyid | ratih.weningdi@gmail.com
Comments
Post a Comment
Apa pendapatmu?