Ini Tantangan Desa Sehat 2015

Proses pemetaan partisipatif oleh warga Suriname (Gambar: ESRI.com)

Bidan Irma tidak pernah lupa kejadian sore itu, saat cuaca kurang bersahabat dan disertai hujan yang sangat deras. Panggilan pertolongan ibu hamil di salah satu dusun Kabupaten Bantaeng tidak bisa lagi ditunda. Bidan Irma bersama rombongan dari Puskesmas Rawat Inap Kassi-kassi segera menuju kediaman sang Ibu hamil.

Ternyata rumah ibu hamil yang segera melahirkan ini sangat sulit ditempuh dengan jalan darat. Letak rumah sang ibu berada di seberang sungai. Di tengah hujan deras para rombongan puskesmas dibantu masyarakat kemudian membopong ibu hamil menuju ambulans dengan menggunakan tandu. Sang Ibu kemudian dibawa ke ambulans dan akhirnya bisa melahirkan dan selamat.

Irma bercerita bagaimana sulitnya situasi saat itu. Menurutnya akses jalan atau infrastruktur menuju puskesmas tempatnya bertugas sudah cukup bagus. Kondisi jalan tidak ada yang rusak parah apalagi saat ini kelengkapan prasarana seperti ambulans selalu tersedia.

Hal yang menjadi kendala adalah menjangkau rumah-rumah penduduk yang terpisah dari pemukiman biasa. Seperti kasus ibu hamil tersebut, lokasi rumah yang berada di seberang sungai menyulitkan tenaga medis untuk melakukan pertolongan dengan cepat.

Kejadian yang dialami Bidan Irma dalam bertugas menolong ibu hamil mungkin tidak seberat perjuangan seorang bidan yang harus menyeberang lautan untuk segera memberikan pertolongan pertama. Akan tetapi kondisi yang dialami Bidan Irma setidaknya menambah pandangan baru bahwa seandainya ada jembatan yang digunakan untuk melintasi sungai, tentu bidan desa atau petugas penyuluh tidak kesulitan menjangkau rumah-rumah warga.

Peningkatan kualitas infrastruktur tidak terbatas pada kondisi jalan saja, melainkan aspek lain seperti jembatan juga perlu diperhatikan. Selain untuk memudahkan tugas bidan dalam membantu proses persalinan juga memudahkan bidan dan penyuluh kesehatan untuk memberi pelatihan dan penyuluhan ke desa yang letaknya cukup jauh dari puskesmas kecamatan.

Menurut Bidan Irma, pihak puskesmas tempatnya bertugas sudah sering melakukan penyuluhan di desa-desa yang termasuk dalam daerah pelayanan. Hanya saja masih banyak warga yang kurang memperhatikan kegiatan penyuluhan seperti itu.

Saat saya mencoba menanyakan alasannya, Bidan Irma menjawabnya dengan alasan pekerjaan. Sebagian besar penduduk di desa adalah petani, dan pekerjaan ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja hanya untuk menghadiri penyuluhan.

Persoalan pertolongan pertama pada ibu hamil saat bidan belum ada di tempat tentu berada di tangan suami atau kepala rumah tangga. Itu sebabnya dalam kegiatan penyuluhan kesehatan dan keselamatan ibu hamil, peran serta suami sangat diharapkan.

Sebagai seorang bidan, Irma menilai jika hingga saat ini dirinya belum bisa berbuat banyak dalam menjalankan tugasnya. Status sebagai pegawai tidak tetap membuat dirinya dibatasi pada aspek keahlian khusus seperti kemampuan menggunakan inkubator bayi. Bidan Irma berharap sekalipun belum memiliki status sebagai PNS, bidan seperti dirinya bisa diikutkan dan dilibatkan dalam kegiatan pelatihan bidan profesional.

Pada tahun 2015 mendatang Indonesia akan memasuki era AFTA atau MEA yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean. Pada Era ini Indonesia akan “dilimpahi” tenaga profesional berbagai bidang salah satunya kesehatan. Kita tidak bisa menutup mata juga mengenai kualitas orang-orang profesioanal yang ada di Indonesia yang masih dipandang sebelah mata dengan lulusan luar negeri.

Kondisi ini akan menjadi tantangan baru di tahun-tahun mendatang, soal seberapa besar kesiapan tenaga profesional dari Indonesia mampu bersaing dengan lulusan dari negara-negara ASEAN. Merujuk pada situasi ini, berarti secara tidak langsung apa yang dikeluhkan Bidan Irma soal keterbatasan pegawai non PNS untuk mengikuti pelatihan kerja bidan profesional perlu diperhatikan lebih jauh.

Tantangan Bagi Pemerintahan Yang Baru
Kabinet yang baru terbentuk baru-baru ini khususnya di bidang kesehatan diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada segala aspek. Aspek yang dimaksud adalah ketersediaan peralatan medis, prasarana angkutan, data kesehatan dan kemampuan secara profesional tenaga medis itu sendiri.

Dalam rumusan tujuan pembangunan bidan berkelanjutan (PBB) telah menyebutkan aspek etika profesi dan produktivitas. Kedua aspek ini sangat penting dimiliki seorang bidan untuk memaksimalkan peran mereka di dalam masyarakat, apalagi yang berada di pedesaan.

Kebijakan pemerintahan yang baru di bidang kesehatan sebaiknya berkordinasi dengan kementerian lain yang selama ini dilihat sangat bertolak belakang atau tidak memiliki hubungan langsung dengan kementerian kesehatan.

Belajar dari pemaparan Bidan Irma mengenai sulitnya menjangkau rumah warga yang berada di seberang sungai, kita bisa menyimpulkan bahwa Dinas PU kabupaten dan Dinas Kesehatan bisa bekerja sama dalam aspek keterbukaan informasi.
Misalnya Dinas PU maupun Tata Ruang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dalam pengolahan Peta Informasi Kesehatan dan Peta Jangkauan Pelayanan Kesehatan.

Pemetaan untuk informasi kesehatan ini seperti sebaran keluarga dalam satu dusun yang minim pelayanan kesehatan, atau informasi kesehatan lain yang sekiranya akan sangat mudah dipantau oleh pihak dari Dinas Kesehatan.

Sistem seperti ini akan memudahkan pemerintah menerapkan kebijakan di sektor kesehatan khususnya masalah jangkauan layanan. Sekaligus informasi pemetaan seperti ini juga akan menjadi “pengingat” pemerintah bahwa masih ada dusun yang belum terlayani informasi kesehatan yang cukup dan mengedukasi warga.


Jangkauan teknologi melalui pengolahan data dan pemetaan seperti ini akan menghilangkan batas-batas fisik yang ada selama ini. Sehingga kita tidak perlu mendengar istilah daerah tertinggal lagi, karena sejauh apapun jaraknya, informasi dan infrastruktur jalan serta jembatan sudah tersedia. Inilah yang kita harapkan di masa mendatang agar bidan seperti Bidan Irma dan bidan lain yang tersebar di daerah seluruh Indonesia mampu memberi pelayanan maksimal kepada masyarakat.

***
Ditulis untuk kompetisi Blog "Jambore Pedesaan"
Ratih Purnamasari
@ratihalrasyid | ratih.weningdi@gmail.com


Comments