Menjadi Morning Person







Salah satu rutinitas yang paling berat saya lakukan adalah bangun pagi. Dua handphone dengan alarm yang sudah diatur sedemikian rupa tetap gagal membangunkan saya di pagi hari. Sering teman meledek dan mengaitkan kebiasaan saya dengan mempertanyakan apakah saya shalat subuh. Logika mereka kalau shalat subuh pasti tidak kesiangan terus bangunnya. Kadang bingung juga jawabnya, kesannya disangka mengada-ada misalnya saya jawab: “Iya, saya bangun shalat subuh terus tidur lagi.”

Akhir 2015 ketika mulai menjalani hidup dengan agak serius karena alasan kerja, akhirnya mau tidak mau saya harus mengatur dengan baik jadwal harian agar bisa tidur lebih awal dan bangun pagi lebih cepat. Hasilnya memang lumayan, saya bisa bangun lebih pagi pukul 04.00 subuh. Konsekuensinya kerjaan kantor yang harusnya dikerjakan malam hari jadi harus saya revisi setelah shalat subuh. 

Susahnya menjadi morning person adalah karena waktu berkualitas saya termasuk ide mengalir justru di malam hari. Biasanya pikiran saya baru benar-benar bisa fokus di jam-jam 23.00-03.00 dini hari. Kalau dipikir-pikir ini karena bawaan masa-masa kuliah S2 yang jadwal kuliahnya tidak seketat jadwal kuliah anak S1.

Masalah bangun pagi ini lalu jadi membuat saya agak minder justru ketika harus bermitra dengan teman yang bekerja di instansi pemerintah. Salah satu kolega tersebut kalau diperhatikan hidupnya sangat teratur alias normal (versi saya). Selarut apapun dia tertidur tapi tetap bangun jam 04.00 subuh. Perbedaan waktu hingga 3 jam antara saya dan teman ini terkadang membuat agak kewalahan juga. Saya yang tinggal di Jogja misalnya jam 5 pagi maka waktu di tempat teman saya ini sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Akibatnya saya sering ditelepon sekitar jam 07.00 pagi karena asumsinya saya sudah bangun pada jam 05.00 subuh.

Saya akhirnya mulai berfikir untuk menyusun jadwal harian yang bisa memotivasi agar bangun lebih pagi. Saya memilih jadwal renang dua kali seminggu, badminton sekali seminggu dan jogging sekali seminggu. Sementara hari-hari lainnya diisi dengan jadwal-jadwal tentative asalkan selama 4 hari dalam seminggu ada rutinitas pagi yang dikerjakan. Kurang lebih satu bulan lebih saya konsisten dengan jadwal harian ini dan hasilnya saya bisa bangun lebih pagi. Jadwal harian harus disusun kembali agar saya terhindar dari lembur-lembur di malam hari. Kebetulan saya adalah pekerja freelance sehingga saya punya keleluasaan untuk mengatur waktu lebih mudah dibandingkan teman-teman yang bekerja kantoran.

Alasan-alasan mengapa saya memasukkan jadwal olahraga seperti renang, badminton dan jogging sebagai rutinitas pagi adalah agar tubuh lebih bugar dan pikiran lebih fresh. Berbagai macam informasi kesehatan yang saya baca menyebutkan bahwa investasi kesehatan yang paling ideal adalah olahraga sekalipun pola makan telah dijaga sedemikian rupa, olahraga tetap sangat penting dilakukan.

Selain itu, kerjaan yang mengharuskan saya terbang dari satu daerah ke daerah lain dalam rentang waktu yang berdekatan juga membutuhkan fisik yang sehat. Hal lainnya yang jadi pertimbangan adalah tidak mau sakit, karena sakit itu tidak enak. Dampak buruk lainnya adalah kalau sampai sakit maka jobdesk freelance saya pasti terbengkalai dan berpengaruh pada komitmen dan tanggung jawab dengan mitra kerja di lingkup pemerintahan.

Jenis olahraga yang saya pilih dibagi dalam kategori seperti, yang paling disenangi, mudah dan paling cepat membakar kalori. Berenang adalah jenis olahraga yang saya gemari karena bisa membuat badan lebih rileks dan segar. Sementara lari dan bermain badminton jelas olahraga paling mudah dan paling cepat membakar kalori. Kunci keberhasilan saya menjadi morning person selama sebulan lebih ini adalah berusaha menghargai jadwal yang sudah saya susun dengan baik.

Merencanakan “dengan baik” disini maksudnya adalah mempertimbangkan matang-matang jenis olahraga yang memotivasi bangun pagi, dan mencoba menghargai diri sendiri. Artinya ketika saya tidak melakukan rutinitas pagi karena alasan mager (malas gerak) sama saja tidak menghargai diri sendiri. Pekerjaan freelance saya kerjakan mulai jam 10.00 pagi hingga pukul 17.00 sore. Lalu malamnya saya selalu mengusahakan membaca buku yang belum sempat dibaca. Karena saya ada target ambisius harus menamatkan minimal tiga buku dalam sebulan.

Berani berkomitmen untuk diri sendiri dan menjalaninya memang tidak mudah apalagi merubah kebiasaan menahun seperti saya. Namun motivasi terbesar saya adalah meningkatkan kualitas hidup, agar kesehatan fisik dan pikiran tetap terjaga. Kualitas hidup tidak melulu soal penghasilan saja, tetapi bisa berbentuk pola hidup yang diatur dengan baik. Manfaat yang saya rasakan dengan menjadi morning person adalah badan terasa lebih bugar, pekerjaan selesai tepat waktu, dan rasanya lebih bahagia.  


Jadi apakah kamu sudah memulai menjadi morning person atau masih berkutat di kasur dengan alasan malas gerak? Boffff!




***

Sumber gambar: encrypted-tbn0.gstatic.com

Comments