Visit Tidore Island: Sejarah Memikat dari Tanah yang Tak Terjajah


Sumber gambar: Izzuddin Chalid (mediaadvertisingindonesia.blogspot.co.id)




Kejayaan Tidore di Abad 14 hingga Abad ke 17

Masuknya Islam di Kepulauan Tidore disebut-sebut sudah dimulai sejak abad ke-15 yang dilakukan oleh pedagang-pedagang Arab pada masa itu. Diterimanya ajaran agama Islam oleh penduduk Tidore kala itu salah satunya karena Kebudayaan Islam tidak terlalu jauh berbeda dengan kepercayaan yang dianut nenek moyangnya. Tahun 1495 SM menjadi tonggak awal pembentukan pemerintahan berdasarkan syariat Islam dengan memberikan gelar kesultanan pada raja yang memimpin saat itu, yakni Sultan Ciriliyati.

Sebelum Islam menjadi dasar pemerintahan penduduk pribumi di Kepulauan Tidore, kawasan ini dulunya termahsyur karena kekayaan cengkeh dan palanya. Belanda yang sejak dahulu juga menguasai perdagangan rempah-rempah di Asia, akhirnya tergoda juga ingin menguasai kepulauan Tidore. Nafsu menguasai rempah-rempah Asia, agar dapat memonopoli perdagangan cengkeh dan pala di Eropa membuat Belanda selalu berupaya menyerang kerajaan Tidore agar jatuh ke Pemerintahan Belanda.

Sebagai daerah penghasil rempah-rempah, Kepulauan Tidore banyak dikunjungi Kapal-kapal pedagang dari Eropa seperti Portugis, Spanyol dan Belanda. Namun pemerintahan waktu itu, cenderung berpihak pada pedagang asal Spanyol, sedangkan Portugis dianggap sebagai pihak yang kurang menguntungkan karena bersekutu dengan Kerajaan Ternate.

Upaya Belanda untuk menguasai rempah-rempah di Tidore tidak pernah surut. Tahun 1524 pasukan tentara Portugis menyerang Tidore dan hendak menguasai ibukota Mareku sebagai pusat pemerintahan namun tidak berhasil. Barulah ketika terjadi penarikan besar-besaran tentara Spanyol dari wilayah-wilayah strategis seperti Ternate, Tidore dan Siau yang berada di Sulawesi Utara ke Filipina, Belanda memulai taktik penguasaan rempah-rempah di Tidore.

Tidak adanya dukungan militer dari Spanyol, menyebabkan Sultan Saifuddin (1667) yang memerintah kala itu terpaksa melakukan perjanjian dengan Laksamana Speelman dari VOC-Belanda pada tanggal 13 Maret 1667 yang memuat kesepakatan:
1. VOC mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas Kepulauan Raja Empat dan Papua daratan
2. Kesultanan Tidore memberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah dalam wilayahnya kepada VOC.

Bagian lain yang cukup penting diketahui adalah, dimasa lalu sebelum Tidore menyatakan bergabung dengan pemerintahan Republik Indonesia, Kerajaan ini memiliki kekuasaan hingga Irian Barat meliputi Raja Ampat, Kepulauan Seram, Papua Daratan, Kepualauan Garang, Watubela dan Tor. Selain itu, sekalipun militer dan pemerintahan Belanda selalu berupaya menguasai Kerajaan Tidore, faktanya Tidore tidak pernah benar-benar menjadi daerah jajahan bangsa-bangsa Eropa.

Kejayaan Kerajaan Tidore semakin bersinar ketika Sultan Nuku pada tahun 1780 memproklamasikan dirinya sebagai Sultan Tidore sehingga Tidore berhak merdeka atas kekuasaan VOC Belanda. Di tangan Sultan Nuku, militer Belanda dipukul mundur bersama dengan militer Portugis saat itu yang sebelumnya bersekutu dengan Kerajaan Ternate. Belakangan Kedua kerajaan ini bersatu melawan pendudukan militer Belanda dan Portugis sehingga berhasil mempertahankan kuasanya atas rempah-rempah dan eksistensi agama Islam.

Potensi dan Posisi Strategis Kepulauan Tidore di Masa Kini

Dari penelitian LIPI (Lembaga Pengetahuan Indonesia) bidang Penelitian Oceanografi, didapatkan data bahwa kekayaan bawah laut terumbu karang di Kepulauan Maluku khususnya Tidore sebanyak 144 jenis dengan 44 marga dan 17 suku. Bila kembali ke penjelasan sebelumnya bahwa wilayah kekuasaan Kerajaan Tidore ini mencakup Raja Ampat dan Seram, maka bukti kekayaan bawah laut di Tidore adalah fakta yang cukup masuk akal. Seperti kekayaan bawah laut Raja Ampat yang kini telah menjadi destinasi wisata taraf internasional.

Sumber: //www.google.co.id/maps/@0.6960184,127.3696456,12.25z

Hari ini Kepulauan Tidore telah menjadi basis kekuatan ekonomi yang cukup penting di wilayah Indonesia Timur yang ditandai dengan ditetapkannya Tidore sebagai PKW (pusat kegiatan wilayah) perkotaan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Artinya adalah, Tidore menjadi kawasan kategori I/C/1 yang berfungsi sebagai pusat revitalisasi dan percepatan pembangunan kota-kota menjadi pusat pertumbuhan nasional.

Untuk menunjang pertumbuhan kawasan perkotaan di Kepulauan Tidore, maka diatur dalam rencana PKN (Pusat Kegiatan Nasional) untuk membangun pariwisata sektor bahari di pesisir kawasan Ambon, Pulau Seram, Pulau Banda, Pulau Kai, Ternate-Tldore, Kep. Guraici, P. Morotai. Sebagai upaya untuk membuka akses pariwisata di Kepulauan Tidore, maka pembangunan bandara bertaraf internasional akan sangat membantu percepatan pembangunan pariwisata bahari.

Visit Tidore Island ditunjang dengan potensi bawah laut dan eksotisme pesisir dan nilai sejarah Kepulauan Tidore, maka bisa saja kedepan pengembangan wisata bahari di Tidore difokuskan pada kunjungan wisatawan mancanegara. Fasilitas-fasilitas wisata yang disediakan misalnya destinasi wisata bagi para pebisnis di seluruh dunia yang ingin bekerja sekaligus liburan di pulau-pulau eksotis.

Kekuatan sejarah Kerajaan Tidore dan sosial agama sangat perlu diperhatikan sebagai bagian dari ciri khas berkarakter dari Kepulauan Tidore. Dengan membuka jalur transportasi udara, darat dan laut, maka investasi akan tumbuh pesat di daerah ini. Cita-cita menciptakan destinasi wisata yang bisa berfungsi sama dengan Bali, akan sangat mudah dikembangkan di Kepulauan Tidore. Tidore sangat membutuhkan manajemen pengelolaan kawasan wisata yang professional, bisa melibatkan swasta serta belajar dari pengelolaan wisata bahari di Thailand dan Maldieves.

Agar tidak menjadi malapetaka sebagai respon dari gencarnya pembangunan infrastruktur dan masuknya investasi besar-besaran di Kepulauan Tidore, pemerintah daerah harus turut andil dalam merancang sistem pembangunan daerah yang berkelanjutan. Dimana keseimbangan lingkungan menjadi sebuah prioritas dari rencana pembangunan pariwisata bahari di Tidore. Pembentukan Badan Koordinasi Pelestarian Lingkungan Bawah Laut dengan kepulauan sekitarnya sangat penting dilaksanakan, agar ada badan yang berfungsi sebagai pengawas pada setiap aktivitas pembangunan yang bersinggungan dengan zona-zona konservasi maupun zona yang ditetapkan sebagai zona wisata.

Keterlibatan Indonesia dalam IORA (Indian Ocean Rim Association) selama dua tahun sejak 2015-2017 Indonesia memegang peranan penting, yakni sebagai Wakil Ketua yang membawa misi besar “Strengthening Maritime Cooperation in a Peaceful and Stable Indian Ocean" yakni kerjasama penguatan keamanan dan perdamaian di kawasan perairan Samudera Hindia.

Aktifnya Indonesia di berbagai asosiasi internasional khususnya yang berkaitan dengan kemaritiman adalah langkah strategis untuk menguatkan kembali peran strategis perairan Indonesia, baik sebagai zona ekslusif ekonomi maupun sektor pariwisata. Dampak positif bagi Kepulauan Tidore sendiri adalah pembukaan jalur transportasi laut yang bisa dilalui kapal-kapal wisata seperti yatch maupun kapal penumpang lintas pulau. Kesempatan emas ini jangan sampai dibiarkan berlalu begitu saja, sehingga malah Negara tetangga seperti Singapura yang justru menikmati lemahnya pengelolaan secara komersil kawasan perairan Indonesia.

Dari tanah kesultanan ini, kita berharap gegap gempita rencana pembangunan pemerintah daerah di berbagai sektor, khususnya pariwisata dapat mengingatkan sekaligus menyadarkan kita semua bahwa Tidore di masa lalu pernah berjaya, tanahnya ramai disinggahi kapal-kapal dari Bangsa Arab dan Eropa. Kini ditangan pemerintahan nasional yang dikenal sangat visioner sekaligus fixier, kita menanti Tidore dan semua daerah di Kawasan Timur bangkit menjadi kekuatan baru Indonesia di kancah internasional.


***

Tulisan ini diikursertakan dalam lomba blog Visit Tidore Island 
dengan Tema Tidore Untuk Indonesia 





Comments